Pemakaian kata dan kalimat Bahasa Indonesia haruslah mudah dimengerti, memenuhi unsur penting kalimat menggunakan kata yang tepat dan serasi, rasional, efisien, tidak ambigu (tidak menimbulkan dua arti yang membingungkan).
Jadi jika kita berbahasa benar belum tentu baik untuk mencapai sasarannya, begitu juga sebaliknya, jika kita berbahasa baik belum tentu harus benar, kata benar dalam hal ini mengacu kepada bahasa baku.
Contoh pertama :
Dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa baku seperti ini :
- Berapakah ibu mau menjual bayam ini ?
Umumnya : berapa nih bu, bayemnya ?
- Apakah Abang bersedia mengantar saya ke pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya ?
Umumnya : ke pasar Tanah Abang berapa harganya, Bang ?
Contoh di atas adalah contoh Bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu.
Contoh kedua :
- “Ini hari saya perkirakan akan turun hujan.”
Seharusnya : hari ini mungkin akan turun hujan.
Contoh di atas adalah contoh Bahasa Indonesia yang baik, tetapi tidak benar karena letak kedua kata dalam frasa ini terbalik.
Contoh ketiga :
• “Tolong saya untuk absensi masuk, saya sedang kena kemacetan lalulintas.”
• Di sini tempat pendaftaran buta huruf.
• Dilengkapinya perpustakaan dengan koleksi buku remaja oleh kepala sekolah menjadikan
bertambahnya para pengunjung.
Kalimat diatas adalah Contoh penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar karena telah memenuhi aturan bahasa yang benar dan dikatakan baik karena maksud serta tujuannya tercapai atau efektif .
Karena itu, anjuran agar kita "berbahasa Indonesia dengan baik dan benar" dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan "bahasa Indonesia yang baik dan benar" mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”.
Misalnya:
- Kata Minoritas hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata sedikit atau kecil lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum.
- Kata Dusun misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata desa atau kampung.
Dengan kata lain, kata sedikit, kecil, desa, kampung, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata minoritas atau dusun akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
0 komentar:
Posting Komentar